Pages

26 April 2010

PENYANDANG CACAT YANG JADI PENGUSAHA


Terlahir tanpa memiliki kaki, Sidik selalu menjawab,  “Alhamdulillah sejak lahir saya sudah begini,” .Meski tubuhnya tak sempurna, sejak kecil Sidik tak pernah mau merepotkan orang. Ia selalu berusaha melakukan semua aktivitasnya sendiri. Ia juga tak mau dipapah atau digendong. “Saya tak mau dikasihani orang, saya ingin sukses bukan karena orang kasihan pada saya, tetapi karena kerja keras saya,” katanya lugas.
Pada tahun 1992, Sidik menikah dengan Siti Rahmah yang juga penyandang cacat. Dari perkawinan mereka lahirlah tiga anak perempuan yang sehat dan normal. Belakangan anak kedua mereka meninggal dunia karena kecelakaan.
Setelah bertahun-tahun bekerja di Yayasan Swa Prasidya Purna tapi tak menghasilkan materi berarti, Sidik memilih keluar dan mencari pekerjaan lain.
Dengan bekal ijazah diplomanya, ia diterima di sebuah perusahaan kontraktor sebagai staf personalia. Tapi belum lama ia bekerja, krisis moneter 98 menghantam dan perusahaannya terpaksa tutup.
Maka dimulailah periode Sidik menjadi pengangguran.  Tapi ia tak mau lama-lama menganggur, Sidik mulai mengikuti berbagai kursus keterampilan yang diadakan oleh Pemda DKI untuk penyandang cacat. Salah satu kursus yang memikat perhatian Sidik ialah kursus membuat kerupuk dari singkong.
“Dari belasan orang peserta kursus, hanya saya satu-satunya orang yang masih bertahan membuat kerupuk sampai sekarang. Yang lain, tumbang.” ujar Sidik.
Modalnya ketika itu sumbangan dari Pemda DKI sebesar satu juta rupiah. Bersama istrinya Sidik kemudian memulai usaha membuat kerupuk dari singkong.
“Dulu belum ada merek, plastiknya pembungkusnya masih polos.” katanya.
Awalnya ia cuma memproduksi sekitar 100 bungkus kerupuk berukuran 2 ons dari bahan baku singkong 10 kilogram.
“Namanya juga pertama, kerupuk dagangan saya baru habis setelah sebulan lebih.” katanya mengenang.
Lebih rumit
Prosesnya pembuatan kerupuk singkong terbilang lebih rumit dibanding membuat keripik singkong. Dari hanya mengolah 10 kilogram singkong, kini Sidik mengolah sedikitnya 50 hingga 100 kilogram singkong setiap bulannya. Ia juga sudah punya merek lengkap dengan cap di pembungkus produknya.

“Saya beri nama merek Cap Gurame, ini sama sekali tak ada hubungannya sama ikan gurame, tetapi gurame adalah singkatan dari Gurih, Renyah, Enak,” katanya tersenyum. “Kalau nanti ada biaya, merek ini saya mau patenkan.” tambahnya.
Semua pekerjaan produksi dari mulai membeli singkong hingga memasarkannya ia kerjakan sendiri dibantu istrinya. Setiap hari ia keluar masuk kampung menawarkan kerupuk dagangannya ke warung-warung atau koperasi-koperasi di kantor pemerintahan.
“Saya menggunakan sistem konsinyasi atau titip jual, harga dari saya empat ribu, terserah mereka menjualnya berapa, tapi bisanya mereka jual lima ribu rupiah.” kata Sidik.
Ditunjang motor
Beruntung ada seorang pengusaha lokal yang melihat kegigihan Sidik dan akhirnya menyumbangkan sebuah sepeda motor untuk operasional usaha. “Namanya juga tidak punya kaki, saya sempat bingung juga, bagaimana mengendarainya?”Tapi Sidik tak kehilangan akal, ia mendesain motornya agar tuas perseneling dapat dioperasikan dengan tangan.
Kini, dari hasil usahanya Sidik mengantungi keuntungan berkisar Rp 1-2 juta rupiah perbulan. Meski jumlahnya kecil, apa yang diperbuat Sidik termasuk luar biasa.  Dengan keadaan yang terbatas, ia menjadi entrepreuner sejati.
Kegigihan Sidik berbuah manis. Ia terpilih untuk menerima Kick Andy Heroes 2010 Special Awards sebagai entrepreneur tangguh. Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla, di Jakarta, Sabtu (27/2). (kn/bs)

Sumber : nonblok.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar